Selasa, 24 Mei 2011

Sosiologi Dramaturgi


         Sosiologi dramaturgi dengan tokohnya yang terkenal yaitu Erving Goffman sering diibaratkan sebagai sebuah pertunjukkan yang dimainkan oleh actor di atas panggung.  Pembahasan ini sering dikaitkan dengan interaksionisme simbolik, di mana terjadinya interaksi dua arah lewat symbol. Inti pemikiran Goffman adalah diri. Konsep diri milik Mead khususnya konsep tentang aku sebagai I, dan aku/kita sebagai me juga terlihat dalam pandangan Goffman. Hal ini disebabkan apa yang diharapkan orang tentang perilaku kita dengan perilaku yang kita lakukan secara spontan. Kita diharapkan untuk tidak ragu dalam berprilaku seperti apa yang diharapkan dari kita. Untuk  menjaga pencitraan diri yang stabil yaitu melalui pertunjukan di depan orang banyak.
            Dramaturgis menekankan pada impression management, bagaimana kesan yang hendak kita bangun dalam menjalankan peran melalui kesetiaan, kedisiplinan, kehati-hatian atau istilah lainnya jaim. Seperti konsep Cooley, The looking glass self. Ketika kita bercermin, ada tiga yang perlu kita perhatikan, bagaimana kita melihat diri kita, bagaimana orang lain melihat diri kita dan bagaimana kita mengembangkan perasaan diri kita.
            Teori diri yang dikembangkan Mead lebih menganggap jika diri besikap social, dan berjangka waktu lama, namun Goffman juga menganggap diri bersikap social, bahkan individu tidak mengambil peran orang lain melainkan bergantung pada orang lain untuk melengkapi citra diri tersebut dan berjangka waktu yang singkat karena dalam bermain peran selalu dituntut untuk berganti-ganti peran social yang berlainan setiap episodenya. Diri bukan merupakan individu melainkan hanya sebuah pinjaman orang lain kepadanya, bagi Goffman.
            Di dalam dramaturgi terdapat front stage (panggung depan) dan back stage (panggung belakang). Sebelum sampai pada definisi itu, terdapat personal front di mana, perlengkapan ekspresif dapat diidentifikasikan oleh penonton dan diharapkan ada pada diri actor. Seperti contohnya polisi harus mengenakan pakaian dinas saat bertugas. Selain karena penampilannya. Perlengkapan yang dapat menunjukkan peran yang dimainkan oleh actor. Misalnya alat atau perlengkapan militer. Setelah itu Manner yang di mana peran yang diharapkan dimainkan oleh actor. Misalnya Polisi harus tampak berwibawa di dalam menjalankan perannya.
            Front stage merupakan panggung depan di mana kita memainkan peranan kita di dalam situasi tertentu di depan penonton. Front stage memiliki karakter di antaranya terlembaga atau mewakili kepentingan organisasi, menetapkan bukan membuat, dan tersembunyi. Misalnya seorang dokter yang di depan pasiennya harus optimis dan menenangkan pasien maupun keluarganya kalau operasi yang akan dilaksanakan akan baik-baik saja.
Back stage merupakan wilayah pertunjukkan yang tidak boleh dilihat oleh orang dan tidak mungkin dipertontonkan di front stage. Back stage seseorang yaitu di mana seseorang tidak memainkan perannya atau front stage nya di manapun ia berada. Misalnya seorang dokter yang di depan pasiennya harus menenangkan pasiennya dan optimis namun ketika tidak ada pasien, di dalam hatinya memiliki rasa takut jika terjadi kegagalan dalam menjalankan sebuah operasi. Back stage dokter tersebut yaitu saat dokter itu tidak memainkan perannya sebagai dokter yang harus optimis dan menenangkan semua pasiennya di depan pasien. Atau contoh lain yang pernah saya alami menjadi tatib di panitia ospek, front stage saya di mana saya harus memainkan peran saya sebagai tatib dengan pakaian hitam-hitam yang mengharuskan saya galak, berwibawa, tegas, dan bernada keras atau tinggi jika berbicara di depan peserta ospek. Lalu back stage saya ketika saya tidak memainkan peran saya sebagai tatib, misalnya saya bebas tertawa, bercanda, dan menghilangkan peran saya sebagai tatib di basecamp bersama rekan tatib yang lain.
Salah satu langkah yang paling penting bahwa pelaku maupun penonton yakin bahwa bagian belakang tidak mudah dimasuki. Bilamana terdapat pihak luar dan interaksi harus diteruskan (seperti ketika dua kelompok yang duduk salin berdekatan di dalam suatu restoran), maka kebijaksanaan itu akan memaksa agar para pelaku menjaga pertunjukkan masing-masing (Margaret M. Poloma, 2010:235). Back stage maupun front stage tidak terikat dengan tempat dan waktu. Bisa kapan dan dimanapun tergantung kesan apa yang ingin kita bangun pada situasi tertentu. Selain itu antara back stage dan front stage bisa dibalik-balik, misalnya ketika saya sebagai mahasiswa sosiologi di kampus dengan saya sebagai anak kost an, belum tentu front stage saya pada saat saya sebagai mahasiswa sosiologi di kampus, dan belum tentu juga back stage saya ketika saya berada di kost an. Hal ini tergantung dengan image apa yang ingin kita bangun pada situasi tertentu.
            Dalam dramaturgi juga terdapat outside yang merupakan wilayah pertunjukkan di mana penonton sulit untuk memahami situasi. Saya ambil contoh seorang briptu Norman Kamaru dengan lihainya menyanyikan lagu india dan memeragakannya seperti penyanyi india lalu membuatkan videonya dan menguploadnya ke youtube. Dalam hal ini penonton bingung dan sulit memahami situasi. Seorang briptu dengan pencitraan yang gagah, berani, berwibawa dan biasa bertugas di medan perang tiba-tiba berprilaku seperti layaknya penyanyi atau entertainer.
            Focus perhatian Goffman bukanlah hanya individu saja namun juga kelompok atau di sebut dengan tim. Selain membawakan peran secara individu namun actor social juga mampu mengelola kesan apa yang dibangun terhadap kelompoknya. Kerjasama tim biasanya menjaga penampilan agar di lihat kompak. Seperti seorang dokter dengan suster yang bekerja sama dan kompak dalam memeriksa pasien, seperti dosen TSM dan tutor atau asdos yang bekerja sama dalam suatu tim dengan kompak mengajar atau membimbing mahasiswanya dalam belajar dan memahami mata kuliah TSM.
            Terdapat juga kritis terhadap dramaturgi Goffman. Pendekatan Goffman merupakan pergeseran ke arah humanisme dan penghindaran dari model ilmiah (Margaret M. Poloma, 2010:247). Ia lebih menyukai mempelajari manusia dibanding abstraksi perilaku manusia serta proposisi maupun teori-teori yang sudah diketahui. Goffman memang membahas tindakan namun ia gagal membahas interaksi. Karena dalam dramaturgi ini lebih tepat jika berbicara tindakan. Image atau tindakan apa yang kita lakukan di dalam membangun kesan yang kita inginkan saat itu. Mengapa Goffman dikatakan gagal membahas interaksi, karena di sini bukan suatu interaksi yang dibangun, melainkan lebih kepada tindakan apa yang akan kita bangun pada situasi tertentu. Pandangannya tentang manusia sebagai “calon bintang” merupakan suatu hal yang meyakinkan bagi orang lain yang juga merupakan suatu ketentuan yang meninggalkan structural fungsionalis. Bagi Goffman manusia dilingkupi oleh berbagai jenis kesan yang mereka ciptakan untuk orang lain (Margaret M. Poloma, 2010:248).


Daftar Pustaka
Poloma, Margaret M., 2010, Sosiologi Kontemporer, Rajawali Pers, Yogyakarta